ARSITEKTUR
MONUMEN KEAGAMAAN HINDU
DAN
BUDHA DI INDONESIA.
Salah
satu peninggalan dari zaman Hindu-Budha yang sangat berharga sebagai sumber
sejarah Indonesia kuno adalah bidang arsitektur atau seni bangun. Peninggalan
tersebut berupa bangunan-bangunan sui yang bersifat agama Hindu atau Buddha
yang kita kenal dengan nama candi. Menurut Dr. W.F Stutterheim dan Dr. H.J.
Kom, nama candi merupakan kependekan dari candika, yaitu salah satu nama dari
Dewi Durga atau Dewi Maut.
Candi dalam agama Hindu
sebenarnya adalah bangunan untuk memuliakan raja yang telah wafat.
Dalam
candi yang dikuburkan bukanlah mayat atau abu jenazah, melainkan bermacam-macam
benda, seperti potongan-ptongan berbagai jenis logam dan batu-batu akik yang
disertai dengan saji-sajian. Benda-benda tersebut dinamakan pripih dan dianggap
sebagai lambang zat-zat jasmaniah dari sang raja yang telah bersatu kembali
dengan penitisnya. Mayat seorang raja yang meninggal di bakar dan abunya
dihanyutkan ke laut. Arca Syiwa yang merupakan perwujudan yang melukiskan sang raja
sebagai dewa, namun sering kali arca perwujudan
itu berupa lambang syiwa saja yaitu lingga.
Candi
dalam agama Buddha dimaksudkan sebagai tempat pemujaan dewa saja. Di dalamnya
tidak terdapat pripih dan arcanya tidak mewujudkan seorang raja. Seandainya ada
yang ditemukan bkanlah candi agam Buddha aliran Mahayana atau Hinayana, tetapi
Buddha Tantrayana, misalnya candi Jawi di Prigen, Pasuruan, Jawa timur.
Candi sebagai bangunan terdiri dari
tiga bagian yaitu sebagai berikut :
b) Badan candi yang melambangkan
alam atara tempat manusia yang telah
meninggalkan
keduniawiannya dan alam keadaan suci menemui dewanya
c) Atap candi yang melambangkan
alam atas tempat bersemanyamnya para dewa.
Berdasarkan cara pengelompokannya
candi-candi di Indonesia dapat di bagi menjadi
tiga jenis, yaitu
:
1) Jenis Jawa Tengah Utara yang
bersifat Syiwa
2) Jenis Jawa Tengah Selatan yang
bersifat Hindu Dan Budha
3) Jenis Jawa Timur temasuk
candi-candi di Bali dan Sumatra yang bersifat pembauran antara Syiwa, Budha dan
kepercayaan lokal.
Beberapa
candi seperti Candi borobudur dan prambanan dibangun amat megah, detil, kaya
akan hiasan yang mewah, bercitarasa estetika yang luhur, dengan menggunakan
teknologi arsitektur yang maju pada zamannya. Bangunan-bangunan ini hingga kini
menjadi bukti betapa tingginya kebudayaan dan peradaban nenek moyang
bangsa Indonesia.
Candi di Indonesia
Candi borobudur merupakan monumen
Buddha terbesar di dunia
Di Indonesia, candi dapat ditemukan di
pulau Jawa, Bali, Sumatea, dan Kalimantan, akan tetapi candi paling banyak
ditemukan di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebanyakan orang Indonesia
mengetahui adanya candi-candi di Indonesia yang termasyhur
seperti Borobudur, Prambanan, dan Mendut.
Kebanyakan candi-candi yang ditemukan
di Indonesia tidak diketahui nama aslinya. Kesepakatan di dunia arkeologi
adalah menamai candi itu berdasarkan nama desa tempat ditemukannya candi
tersebut. Candi-candi yang sudah diketahui masyarakat sejak dulu, kadang kala
juga disertai dengan legenda yang terkait dengannya. Ditambah lagi dengan
temuan prasasti atau mungkin disebut dalam naskah kuno yang diduga merujuk
kepada candi tersebut. Akibatnya nama candi dapat bermacam-macam, misalnya
candi Prambanan, candi Rara Jonggrang, dan candi Siwagrha merujuk kepada
kompleks candi yang sama. Prambanan adalah nama desa tempat candi itu berdiri.
Jenis dan Fungsi
Jenis berdasarkan agama
Candi Jawi
yang bersifat paduan Siwa-Buddha tempat pedharmaan raja Kertanegara.
Berdasarkan latar
belakang keagamaannya, candi dapat dibedakan menjadi candi Hindu, candi Buddha,
paduan sinkretis Siwa-Buddha, atau bangunan yang tidak jelas sifat keagamaanya
dan mungkin bukan bangunan keagamaan.
Candi Hindu, yaitu candi untuk
memuliakan dewa-dewa Hindu seperti Siwa atau Wisnu, contoh: candi Prambanan,
candi Gebang, kelompok candi Dieng, candi Gedong Songo, candi Panataran, dan
candi Cangkuang.
Candi Buddha, candi yang
berfungsi untuk pemuliaan Buddha atau keperluan bhiksu sanggha, contoh candi
Borobudur, candi Sewu, candi Kalasan, candi Sari, candi Plaosan, candi
Banyunibo, candi Sumberawan, candi Jabung, kelompok candi Muaro Jambi, candi
Muara Takus, dan candi Biaro Bahal.
Candi Siwa-Buddha, candi
sinkretis perpaduan Siwa dan Buddha, contoh: candi Jawi.
Candi non-religius, candi sekuler
atau tidak jelas sifat atau tujuan keagamaan-nya, contoh: candi Ratu Boko,
Candi Angin, gapura Bajang Ratu, candi Tikus, candi Wringin Lawang.
Jenis berdasarkan hirarki dan
ukuran Dari ukuran, kerumitan, dan
kemegahannya candi terbagi atas beberapa hirarki, dari candi terpenting yang
biasanya sangat megah, hingga candi sederhana. Dari tingkat skala
kepentingannya atau peruntukannya, candi terbagi menjadi:
Candi Kerajaan, yaitu candi yang
digunakan oleh seluruh warga kerajaan, tempat digelarnya upacara-upacara
keagamaan penting kerajaan. Candi kerajaan biasanya dibangun mewah, besar, dan
luas. Contoh: Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Sewu, dan Candi
Panataran.
Candi Wanua atau Watak, yaitu
candi yang digunakan oleh masyarakat pada daerah atau desa tertentu pada suatu
kerajaan. Candi ini biasanya kecil dan hanya bangunan tunggal yang tidak
berkelompok. Contoh: candi yang berasal dari masa Majapahit, Candi Sanggrahan
di Tulung Agung, Candi Gebang di Yogyakarta, dan Candi Pringapus.
Candi Pribadi, yaitu candi yang
digunakan untuk mendharmakan seorang tokoh, dapat dikatakan memiliki fungsi
mirip makam. Contoh: Candi Kidal (pendharmaan Anusapati, raja Singhasari),
candi Jajaghu (Pendharmaan Wisnuwardhana, raja Singhasari), Candi Rimbi
(pendharmaan Tribhuwana Wijayatunggadewi, ibu Hayam Wuruk), Candi Tegowangi
(pendharmaan Bhre Matahun), dan Candi Surawana (pendharmaan Bhre Wengker).
Fungsi
Candi Jalatunda yang berfungsi
sebagai petirtaan.
Candi dapat berfungsi sebagai:
Candi Pemujaan: candi Hindu yang
paling umum, dibangun untuk memuja dewa, dewi, atau bodhisatwa tertentu,
contoh: candi Prambanan, candi Canggal, candi Sambisari, dan candi Ijo yang
menyimpan lingga dan dipersembahkan utamanya untuk Siwa, candi Kalasan dibangun
untuk memuliakan Dewi Tara, sedangkan candi Sewu untuk memuja Manjusri.
Candi Stupa: didirikan sebagai
lambang Budha atau menyimpan relik buddhis, atau sarana ziarah agama Buddha.
Secara tradisional stupa digunakan untuk menyimpan relikui buddhis seperti abu
jenazah, kerangka, potongan kuku, rambut, atau gigi yang dipercaya milik Buddha
Gautama, atau bhiksu Buddha terkemuka, atau keluarga kerajaan penganut Buddha.
Beberapa stupa lainnya dibangun sebagai sarana ziarah dan ritual, contoh: candi
Borobudur, candi Sumberawan, dan candi Muara Takus
Candi Pedharmaan: sama dengan
kategori candi pribadi, yakni candi yang dibangun untuk memuliakan arwah raja
atau tokoh penting yang telah meninggal. Candi ini kadang berfungsi sebagai
candi pemujaan juga karena arwah raja yang telah meninggal seringkali dianggap
bersatu dengan dewa perwujudannya, contoh: candi Belahan tempat Airlangga
dicandikan, arca perwujudannya adalah sebagai Wishnu menunggang Garuda. Candi
Simping di Blitar, tempat Raden Wijaya didharmakan sebagai dewa Harihara.
Candi Pertapaan: didirikan di
lereng-lereng gunung tempat bertapa, contoh: candi-candi di lereng Gunung
Penanggungan, kelompok candi Dieng dan candi Gedong Songo, serta Candi Liyangan
di lereng timur Gunung Sundoro, diduga selain berfungsi sebagai pemujaan, juga
merupakan tempat pertapaan sekaligus situs permukiman.
Candi Wihara: didirikan untuk
tempat para biksu atau pendeta tinggal dan bersemadi, candi seperti ini
memiliki fungsi sebagai permukiman atau asrama, contoh: candi Sari dan Plaosan
Candi Gerbang: didirikan sebagai
gapura atau pintu masuk, contoh: gerbang di kompleks Ratu Boko, Bajang Ratu,
Wringin Lawang, dan candi Plumbangan.
Candi Petirtaan: didirikan
didekat sumber air atau di tengah kolam dan fungsinya sebagai pemandian,
contoh: Petirtaan Belahan, Jalatunda, dan candi Tikus Beberapa bangunan purbakala,
seperti batur-batur landasan pendopo berumpak, tembok dan gerbang, dan bangunan
lain yang sesungguhnya bukan merupakan candi, seringkali secara keliru disebut
pula sebagai candi. Bangunan seperti ini banyak ditemukan di situs Trowulan,
atau pun paseban atau pendopo di kompleks Ratu Boko yang bukan merupakan
bangunan keagamaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar